MAKASSAR – Dinamika pengelolaan Perusahaan Daerah kembali menjadi perhatian di Kota Makassar, khususnya terkait Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum.
Keputusan Walikota untuk mengganti jajaran Direksi sebelumnya dan menunjuk Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama serta Plt Direktur Keuangan baru-baru ini, dengan cepat menjadi topik perbincangan publik.
Langkah ini diambil setelah adanya laporan kerugian Perumda sekitar Rp 5 miliar pada tiga bulan pertama tahun 2025; sebuah angka yang tak hanya mengusik neraca keuangan, tetapi juga berpotensi mengusik kepercayaan publik terhadap efektivitas pengelolaan aset daerah.
Dasar hukum berupa Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 7 Tahun 2019, khususnya Pasal 20 huruf c angka 2 yang memungkinkan pemberhentian Direksi karena “tindakan yang merugikan Perumda”, sering dikaitkan sebagai landasan keputusan tersebut.
Namun, tulisan ini tidak bertujuan utama untuk memperdebatkan kebenaran angka kerugian itu semata, atau menguji penerapan pasal dalam Perda dari sudut pandang hukum formal.
Sebaliknya, opini ini mengajak kita melihat lebih jauh, mencoba memahami alasan dan kalkulasi politik yang sering melatari keputusan seorang pemimpin. Ini adalah upaya untuk memahami persoalan secara lebih utuh, melampaui perdebatan di permukaan, agar kita bisa menangkap esensi bagaimana kekuasaan dan kepemimpinan dijalankan dalam praktik sehari-hari, terutama ketika reputasi dan akuntabilitas politik seorang kepala daerah turut dipertaruhkan.
Sesungguhnya, dalam mengamati fenomena sosial dan politik, kita seringkali diingatkan oleh para bijak bestari untuk tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan hanya berdasarkan apa yang kasat mata. Sebagaimana Plato pernah menganalogikan dalam “Alegori Gua”, bayang-bayang di dinding gua acapkali disalahartikan sebagai realitas sejati oleh mereka yang terbelenggu.
Demikian pula dalam menilai sebuah kebijakan, diperlukan kesediaan untuk melepaskan diri sejenak dari prasangka awal dan mencari pemahaman yang lebih komprehensif, agar kita tidak terjebak dalam ilusi pemahaman yang parsial.
Keniscayaan Politik: Pemimpin, Tim Pilihan, dan Arah Tujuan di Masa Peralihan
Secara esensial, kepemimpinan adalah tentang kemampuan menggerakkan individu-individu menuju sebuah tujuan bersama. Sejarah mencatat, dari zaman kepemimpinan klasik hingga era modern, tidak ada pemimpin besar yang bekerja sendirian.
Sebagaimana pernah diulas oleh banyak pemikir tata negara, termasuk Ibnu Khaldun dalam “Muqaddimah” yang menyinggung pentingnya ashabiyah atau solidaritas kelompok pendukung, seorang pemimpin membutuhkan lingkaran kepercayaan untuk menerjemahkan visi menjadi aksi dan menjaga stabilitas kekuasaan demi tercapainya cita-cita bersama.
Dalam dunia politik praktis, seorang Walikota adalah pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat, pemegang mandat politik yang harus dipertanggungjawabkan. Ia tidak hanya bertugas menjalankan pemerintahan sehari-hari, tetapi juga memiliki tanggung jawab besar untuk mewujudkan visi dan janji kampanyenya.
Untuk memimpin jalannya pemerintahan dan menghadapi berbagai tantangan pembangunan, termasuk mengelola BUMD yang sejatinya adalah instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan publik yang lebih luas, seorang pemimpin secara politik membutuhkan tim inti—orang-orang di posisi kunci—yang tidak hanya ahli, tetapi juga sejalan pemikirannya, setia, dan bisa ia percaya sepenuhnya.
Apalagi jika salah satu unit penting seperti Perumda mengalami masalah keuangan, tindakan cepat dan penempatan orang yang dipercaya untuk sementara waktu menjadi kebutuhan politik, bukan hanya untuk menstabilkan keadaan, tetapi juga untuk menunjukkan kepada publik bahwa pemerintah responsif dan bertindak.
Penetapan Plt di Perumda Air Minum Kota Makassar bisa dilihat dari sudut pandang ini. Ini adalah langkah taktis seorang pemimpin untuk menetapkan Direksi sementara di lembaga penting dan memastikan ada komando yang jelas untuk segera memulai perbaikan. Dalam situasi yang genting, menunggu proses pemilihan Direksi tetap yang biasanya memakan waktu bisa berisiko bagi perusahaan dan menjadi beban politik bagi Walikota.
Karena itu, menempatkan Plt yang dianggap mampu mengawal masa peralihan ini dengan cepat dan baik adalah bagian dari keputusan politik yang masuk akal, demi menjaga kelancaran pelayanan dan memulai pembenahan internal tanpa menunggu terlalu lama, seraya mengamankan agenda pembangunan daerah yang lebih besar.
Politis Tak Selalu Negatif: Kewajaran dalam Batas Aturan dan untuk Kepentingan Umum
Politik bukanlah semata-mata tentang perebutan kekuasaan yang penuh intrik, sebagaimana sering disalahpahami. Aristoteles bahkan menyebut manusia sebagai zoon politicon, makhluk yang secara alamiah hidup bermasyarakat dan berpolitik.
Dalam pandangannya, politik adalah ‘ilmu utama’ yang bertujuan mengatur kehidupan bersama demi mencapai eudaimonia atau kebahagiaan dan kebaikan bersama. Oleh karena itu, keputusan-keputusan yang lahir dari proses politik sejatinya diarahkan untuk tujuan mulia tersebut, meskipun dalam praktiknya niscaya diwarnai oleh berbagai kepentingan.
Istilah ‘politis’ dalam urusan publik dan penunjukan pejabat seringkali dianggap negatif, seolah pasti berarti ada praktik curang atau pilih kasih. Namun, penting untuk dipahami bahwa tidak semua keputusan yang bernuansa politis itu buruk.
Dalam arti yang sebenarnya, politis berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik, merujuk pada upaya seorang pemimpin untuk memastikan adanya keselarasan antara visi politiknya—yang sudah disetujui rakyat melalui pemilihan—dengan orang-orang yang akan menjalankan visi tersebut di lapangan. Ini adalah tentang membangun kesamaan langkah antara rencana besar politik dengan pelaksanaannya, sebuah prasyarat bagi efektivitas pemerintahan manapun.
Selama Walikota mengambil langkah penunjukan Plt Direksi Perumda sesuai dengan kewenangan yang diberikan Perda dan mengikuti tata cara yang berlaku dalam pemerintahan—dimana pengisian jabatan sementara adalah hal biasa—maka keputusan tersebut memiliki dasar yang bisa dipertanggungjawabkan.
Langkah ini justru menunjukkan kesadaran untuk tidak membiarkan Perumda dalam kondisi bermasalah terlalu lama, sebab kinerja BUMD adalah salah satu etalase penting keberhasilan kepemimpinan daerah.
Pilihan ‘politis’ dalam menunjuk figur Plt di sini lebih merupakan perhitungan atas siapa yang paling cepat bertindak dan paling bisa dipercaya untuk menjaga kepentingan Perumda dan masyarakat dalam jangka pendek, sambil menyiapkan jalan bagi pemilihan Direksi tetap sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Direksi BUMD: Profesionalisme, Kepercayaan, dan Percepatan Kebijakan di Tangan Plt
Penting untuk kembali ditegaskan perbedaan mendasar antara jabatan Direksi BUMD dengan posisi Pegawai Negeri Sipil (ASN) biasa.
Direksi BUMD, termasuk Plt yang bertugas sementara, adalah profesional yang dituntut untuk menggabungkan keahlian bisnis, pengelolaan yang efisien, dengan kepekaan tinggi terhadap tugas pelayanan masyarakat.
Mereka ada di barisan depan pengelolaan aset daerah yang harus menghasilkan sekaligus bisa dipertanggungjawabkan; mereka adalah ujung tombak dalam menerjemahkan kebijakan ekonomi daerah menjadi aksi korporasi yang bermanfaat bagi publik. Dalam kondisi seperti ini, nuansa ‘politis’—dalam arti sejalannya visi dan adanya kepercayaan dari Walikota selaku Pemilik Modal—menjadi hal yang tak terhindarkan, bahkan penting, khususnya untuk peran sementara yang butuh gerak cepat.
Keseimbangan antara kompetensi teknis dan integritas personal atau karakter adalah diskursus klasik dalam filsafat kepemimpinan dan etika publik. Sebagaimana pemikir besar seperti Konfusius yang sangat menekankan pentingnya kebajikan (Ren) dan keteladanan moral (De) bagi para pejabat publik, di samping kemampuan mereka dalam mengatur.
Menurutnya, tanpa landasan moral yang kokoh, keahlian semata bisa disalahgunakan dan tidak akan membawa kemaslahatan sejati bagi rakyat. Prinsip ini tetap relevan hingga kini; dalam memilih orang untuk posisi strategis, pertimbangan atas rekam jejak karakter dan tingkat kepercayaan seringkali sama bobotnya dengan penilaian atas ijazah atau pengalaman kerja.
Figur-figur Plt yang kini memimpin Perumda, dengan anggapan sudah dipertimbangkan kemampuan dasarnya, memiliki tugas berat untuk segera menilai keadaan, merancang langkah-langkah strategis awal, dan yang utama, menjaga semangat serta kinerja organisasi di tengah berbagai tantangan.
Kepercayaan Walikota kepada mereka menjadi modal penting agar Plt memiliki dukungan moral dan politik yang cukup untuk melakukan terobosan awal yang mungkin tidak mudah namun diperlukan.
Ini adalah tentang percepatan penanganan masalah, yang hanya akan berhasil jika ada kerjasama erat dan kepercayaan antara Walikota dengan manajemen sementara Perumda, sambil memastikan bahwa proses pemilihan Direksi tetap nantinya benar-benar akan memilih orang terbaik secara terbuka dan adil, sebagai wujud nyata komitmen pada tata kelola yang baik sekaligus akuntabilitas politik.
Menuju Pemahaman yang Lebih Jernih dan Pengawasan Bersama
Pada akhirnya, untuk memahami kejadian terkini di Perumda Air Minum Kota Makassar, kita memang perlu melihatnya tidak hanya dari kacamata untung-rugi atau pasal hukum semata.
Ada logika politik, pertimbangan seorang pemimpin dalam situasi krisis, dan perhitungan strategis seorang kepala daerah yang perlu kita pahami secara menyeluruh. Langkah penunjukan Plt adalah cara pengelolaan di masa peralihan yang biasa dilakukan, sebuah upaya awal untuk menstabilkan keadaan sebelum proses pemilihan Direksi tetap yang lebih lengkap dapat dilaksanakan berdasarkan semua aturan tata kelola yang baik.
Ini adalah cerminan bagaimana seorang pemimpin politik menggunakan kewenangannya untuk merespons dinamika dan menjaga kepentingan publik yang lebih besar.
Sikap kritis dan pengawasan dari masyarakat tentu saja sangat penting dalam demokrasi dan untuk pemerintahan yang baik. Namun, sikap kritis tersebut akan lebih bermanfaat jika disertai pemahaman yang utuh mengenai rumitnya tugas dan pilihan-pilihan sulit yang kadang harus diambil seorang pemimpin demi menjaga stabilitas dan arah kebijakan.
Kini, sambil kita berusaha memahami alasan di balik kebijakan sementara Walikota, perhatian kita bersama juga sebaiknya mulai diarahkan untuk mengawal bagaimana proses pemilihan Direksi Perumda Air Minum Kota Makassar yang tetap akan dijalankan. Sebab, kualitas Direksi terpilih dan kinerja Perumda di masa depanlah yang akan menjadi bukti terbaik bagi setiap keputusan politik yang diambil demi kesejahteraan seluruh warga Kota Makassar.
Puncak dari segala aktivitas politik dan penyelenggaraan pemerintahan, sebagaimana sering digaungkan para negarawan dan filsuf politik sepanjang abad, adalah terwujudnya kesejahteraan rakyat. Cicero, bahkan menegaskan bahwa “salus populi suprema lex esto” (kesejahteraan rakyat harus menjadi hukum tertinggi).
Prinsip universal inilah yang seyogianya menjadi bintang pemandu bagi setiap kebijakan publik, termasuk dalam pengelolaan pemerintahan. Segala manuver, strategi, dan keputusan politik pada akhirnya akan diuji oleh sejarah berdasarkan sejauh mana ia berkontribusi nyata pada peningkatan kualitas hidup masyarakat luas, melampaui segala kepentingan sesaat dan dinamika kekuasaan semata.
Penulis: Abd Kahar Muzakkir, S.IP, S.H., M.Si. (Direktur Lembaga Otonomi Penelitian dan Pengabdian Masyarakat – Yayasan Bina Persaudaraan Mandiri Makassar)