MAKASSAR — Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Makassar, Andi Zulkifly, menegaskan bahwa Standar Pelayanan Minimal (SPM) harus menjadi prioritas tertinggi dalam penyusunan anggaran daerah.
Hal itu disampaikan Sekda Makassar Andi Zulkifly saat membuka Bimbingan Teknis Penyusunan Laporan Standar Pelayanan Minimal Tahun 2025 yang dihadiri jajaran Kementerian Dalam Negeri dan perangkat daerah Kota Makassar, Kamis (27/11).
Kegiatan ini Bimbingan Teknis Penyusunan Laporan Standar Pelayanan Minimal Tahun 2025 program Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah (Setda) Kota Makassar.
Sekda Makassar Andi Zulkifly menyampaikan apresiasi atas kehadiran Sekretaris Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Maddaremmeng, beserta jajaran. Ia menekankan kegiatan ini memiliki nilai strategis bagi peningkatan kualitas pelayanan dasar di Kota Makassar.
“Kegiatan pagi ini bukan kegiatan biasa. Ini sangat penting dan strategis untuk Pemerintah Kota Makassar, karena kita berbicara tentang pelayanan dasar yang merupakan hak masyarakat dan wajib dipenuhi oleh pemerintah daerah,ˮ ujarnya.
Sambung Sekda Zulkifly mengungkapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar mengalami pemotongan dana transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp500 miliar dari total APBD Rp5,1 triliun. Meski demikian, ia menegaskan bahwa belanja untuk pemenuhan SPM tidak boleh dikurangi.
“Prinsip yang kami pegang adalah prioritas utama dalam belanja APBD adalah SPM. Setelah SPM, baru kita masuk pada visi-misi Wali Kota dan urusan penunjang. Jadi bukan visi-misi yang utama, tetapi SPM dulu,ˮ tegasnya.
Ia meminta seluruh perangkat daerah segera menyesuaikan dokumen perencanaan, mulai dari RKPD, renstra, hingga renja, agar seluruh kebutuhan pelayanan dasar tercakup dan tidak terlewat.
“Pastikan seluruh urusan SPM masuk terlebih dahulu dalam dokumen perencanaan. Jangan sampai anggaran disusun tanpa dasar perencanaan yang kuat,ˮ kata Zulkifly.
Mantan Camat Ujung Pandang itu juga mengingatkan pentingnya fungsi panitia penerapan SPM yang diketuai langsung oleh Wali Kota Makassar dan sekretarisnya dijabat oleh Sekda. Ia menekankan bahwa pelaporan SPM setiap triwulan harus lengkap dan sesuai ketentuan, termasuk data mutu layanan, mutu SDM, sampai jumlah penerima layanan.
“Penerapan SPM harus betul-betul kita kontrol. Setiap triwulan kita wajib melaporkan capaian kinerja, kualitas layanan, hingga jumlah masyarakat yang menerima layanan dasar itu,ˮ ujarnya.
Ia menyebutkan bahwa kinerja SPM menjadi salah satu indikator penting dalam penilaian Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD).
“Kalau mau nilai LPPD kita bagus, maka pelaksanaan dan pelaporan SPM harus bagus juga. Ini salah satu indikator yang menentukan,ˮ jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Zulkifly juga menyampaikan apresiasi atas keberhasilan Kota Makassar meraih SPM Award pada 2025. Ia berharap Makassar dapat mempertahankan capaian itu pada tahun berikutnya.
“Alhamdulillah, tahun ini kita dapat SPM Award berkat pembinaan dari Pak Sesdirjen dan jajarannya. Ke depan kita harus bisa mempertahankannya dengan pelaporan yang lebih baik dan lebih tepat waktu,ˮ ungkapnya.
Sekda Makassar berharap seluruh perangkat daerah dapat menindaklanjuti materi dan arahan yang diberikan selama bimtek untuk memastikan kesesuaian perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan SPM di masing-masing SKPD.
“Apa yang kita dapatkan hari ini harus benar-benar diterapkan. Kita pastikan penerapan SPM berjalan baik demi peningkatan pelayanan dasar kepada masyarakat,ˮ pungkasnya.
Terpisah, Sekretaris Direktorat Jenderal (Dirjen) Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Maddaremmeng, menegaskan pentingnya pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai hak dasar masyarakat sekaligus kewajiban pemerintah daerah.
Maddaremmeng menekankan bahwa SPM merupakan instrumen utama memastikan masyarakat memperoleh pelayanan dasar secara layak, mulai dari pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan rakyat, ketenteraman dan ketertiban, hingga sosial.
“Berbicara SPM berarti berbicara tentang hak dan kewajiban. Haknya adalah hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar, sementara kewajibannya berada pada pemerintah daerah untuk memastikan layanan itu terpenuhi,ˮ ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa SPM kini menjadi perhatian sejumlah kementerian dan lembaga negara, termasuk Ombudsman RI dan Kementerian Hukum dan HAM. Menurutnya, keterlambatan atau kegagalan memberikan pelayanan dasar dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi.
“Pelayanan dasar itu sudah dianggap sebagai hak masyarakat. Kalau itu dilanggar, maka bisa dinilai sebagai pelanggaran HAM. Ini sudah menjadi perhatian serius, bukan hanya Kemendagri,ˮ tegasnya. (***)












