Gerindra Tak Solid Buntut Dualisme KNPI Sulsel “Fadel vs Vonny”? Ini Kata Pengamat

MAKASSAR – Dualisme kepemimpinan DPD KNPI Sulsel menjadi perhatian publik. Kedua calon ketua sama-sama mengklaim kemenangan sebagai Ketua KNPI Sulsel terpilih periode 2025-2028.

Fadel Muhammad Tauphan Ansar terpilih secara aklamasi pada Musyawarah Daerah (Musda) yang digelar di Balai Manunggal, Selasa 09 Desember 2025.

Begitu pun dengan Vonny Ameliani. Terpilih secara aklamasi di tempat Musda terpisah, di Hotel Horison.

Saling klaim kemenangan ini tentu memunculkan spekulasi terhadap kondisi di tubuh Partai Gerindra Sulsel. Sebab kedua figur ketua merupakan kader partai besutan Prabowo Subianto.

Keduanya bahkan satu tempat kerja di Gedung DPRD Sulsel, sebagai legislator dari Fraksi Gerindra. Dan keduanya juga mendapat sokongan dukungan dari elite partai Gerindra Sulsel.

Sebut saja Andi Iwan Darmawan Aras (AIA) yang mendukung Vonny. Dan Kabarnya, Yasir Mahmud berada di belakang Fadel.

Gerindra Sulsel Tak Solid?

Spekulasi ini tentu tidak lahir dengan sendirinya. Pada pertarungan pemilihan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sulsel sebelumnya juga melibatkan kader-kader Partai Gerindra.

Yang saat itu terjadi ketegangan antara kubu Andi Muhammad Karaka Kilat vs Andi Amar Ma’ruf Sulaiman. Yang pada akhirnya Andi Amar terpilih sebagai Ketua HIPMI Sulsel.

Ketegangan itu tampak terlihat sewaktu Master Campaign (MC), Andi Karaka, Harmansyah berstatement terkait soal pemindahan arena Musda.

Harmansyah merasa keberatan. Pihaknya juga tidak mengakui hasil dari Musda yang dilaksanakan di Balai Manunggal.

Padahal Harmansyah diketahui merupakan politisi Partai Gerindra. Begitu juga dengan Andi Amar.

Rentetan peristiwa ini lantas memicu spekulasi soal internal Partai Gerindra di Sulsel.

Pengamat Politik dan Kebijakan Publik yang sekaligus Direktur Profetik Institute, Asratillah beranggapan, jika fenomena ini lebih mirip “alarm dini”. Kendati hematnya, dia menilai Partai Gerindra Sulsel sejauh ini terbilang stabil.

“Jika fenomena KNPI dan HIPMI dibaca bersamaan, yang terlihat bukan ketidaksolidan Gerindra Sulsel, melainkan ekspresi bagaimana partai besar sering memiliki lebih dari satu pusat gravitasi internal. Selama ini Gerindra Sulsel terbilang stabil, namun kompetisi kader muda di luar struktur partai bisa menjadi tekanan tambahan jika tidak dikelola,” ucapnya kepada Spekta.news, Kamis 11 Desember 2025.

“Potensi keretakan memang selalu ada ketika rivalitas personal melampaui batas organisasi pemuda dan masuk ke ruang partai. Namun sama pentingnya untuk diingat, bahwa partai biasanya mampu meredam atau menyerap friksi semacam ini, terutama ketika kekuasaan formal dan konsolidasi elite masih relatif kuat. Fenomena ini lebih mirip “alarm dini”,  bagaimana Gerindra meresponsnya akan menentukan apakah tensi ini berubah menjadi riak kecil atau gelombang besar dalam politik Sulsel,” sambung Asratillah melanjutkan.

Kembali kepada pertarungan di KNPI Sulsel. Asratillah bilang, jika dualisme kepemimpinan itu adalah dinamika. Belum pada indikator keretakan atau ketidaksolidan di internal Partai Gerindra Sulsel. Tetapi lebih ke fenomena “ketegangan arena pemuda”.

“Dalam organisasi kepemudaan seperti KNPI, kompetisi personal dan perebutan legitimasi forum adalah hal yang kerap berulang. Kader partai (termasuk Gerindra) memang hadir di dalamnya, tetapi mereka tidak selalu bergerak membawa mandat struktural partai. Artinya, friksi di KNPI lebih dulu mencerminkan masalah tata kelola organisasi pemuda dan rivalitas individu, bukan konstelasi resmi partai,” tutur Asratillah.

Kendati begitu, menurutnya, pertarungan politisi muda Gerindra ini bisa saja melahirkan pandangan lain bagi halaiak ramai. Ada variasi dukungan yang tidak tunggal di tubuh Partai Gerindra Sulsel.

“Publik bisa saja menangkap sinyal bahwa ada variasi dukungan, preferensi, atau “barisan” yang tidak tunggal di tubuh Gerindra. Ketegangan seperti ini tidak otomatis berarti perpecahan, tetapi menunjukkan bahwa partai memiliki spektrum kepentingan yang lebih luas dari yang terlihat. Dalam politik lokal, terutama di level Sulsel, hubungan interpersonal dan jaringan bisnis-organisasi sering memotong batas formal partai, sehingga kontestasi di KNPI dapat memberi pantulan ketidaksinkronan antar patron atau faksi internal,” jelasnya.

Sejatinya, kata Astarillah lagi, arena pertarungan di HIPMI dan KNPI Sulsel adalah ruang representasi yang sangat strategis bagi pihak yang beradu kekuatan.

“Di mana ada akses jejaring bisnis, posisi publik, dan kedekatan dengan kepala daerah. Ketika dua kader Gerindra bertemu sebagai rival, publik akan melihatnya sebagai duel internal partai, meski sejatinya posisi mereka di HIPMI tidak sepenuhnya merupakan instrumen partai. Ruang-ruang seperti ini memang menjadi “lapisan kompetisi” di bawah struktur resmi Gerindra, tempat ambisi, jejaring, dan patronase bersilangan,” kuncinya. (*/bs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *