MAKASSAR – Dinas Pariwisata (Dispar) Makassar saat ini tengah merancang inovasi pelayanan publik, diberi nama Produk Kreatif Makassar atau Parekma.
Dasar hukumnya jelas. Sudah pada tahapan pemetaan berdasarkan sejumlah aturan yang berlaku.
Produk lokal non digital ini, diinisiasi Rosniah selaku Fungsional Adyatama Kepariwisataan Ahli Muda di Dispar Makassar.
“Ada sembilan dasar hukum yang mengikat untuk kami merancang inovasi branding lokal Makassar ini,” kata Rosniah, Senin 19 Juni 2023.
Rosniah bilang, Dinas Pariwisata ingin menghadirkan produk yang menjadi ciri khas kota berjuluk Anging Mammiri ini. Meski diakuinya, sudah ada brand ternama milik pelaku usaha lokal saat ini. Namun, dianggap belum dapat mencirikan kota Makassar.
Dengan begitu, rancang bangun produk Parekma ini menjadi salah satu solusi dalam menghadirkan produk lokal yang bisa melekat di mata dan hati masyarakat luas.
“Maksudnya itu, ketika masyarakat luar ingin ke Makassar, kesan pertamanya produk lokal (Parekma). Seperti contoh Pisang Epek. Orang luar ke Makassar dibuat penasaran untuk mencicipi makanan tradisional ini,” jelas Rosniah.
Dalam merancang produk Parekma ini, Rosniah mengatakan, pihaknya juga mengkaji dasar permasalahannya. Mulai dari persoalan mikro hingga makro.
Masalah makro misalnya. Kurangnya kolaborasi antara pelaku desainer. Juga kurangnya kesadaran misi untuk menciptakan kecintaan terhadap produk lokal di Makassar.
“Harga juga kita kaji. Ternyata jadi persoalan. Harga yang susah bersaing dengan produk di luar Sulawesi. Termasuk permasalahan kurangnya perhatian khusus terhadap produk yang dihasilkan pelaku usaha. Selama ini kemasan yang dipakai, juga hanya plastik atau karton biasa tanpa ada unsur estetika yang ditambahkan,” paparnya.
Terlebih dengan persoalan Mikro. Beberapa pelaku usaha belum memiliki tempat untuk memproduksi produknya sendiri. Termasuk masalah bahan baku, masih sulit diperoleh.
“Kepercayaan masyarakat juga jadi masalah terhadap produk lokal yang dihasilkan para pelaku usaha. Begitu pun dengan alur pemasaran, terlalu panjang untuk sampai ke konsumen,” pungkasnya.
Produk Parekma ini, lanjut Rosniah, juga dirancang dengan melihat isu strategi. Baik itu isu global, nasional hingga lokal.
Dia menilai, masih banyak pelaku usaha lokal belum bisa menjangkau pasaran di luar Makassar. Itu karena kurangnya memanfaatkan teknologi sebagai media promosi.
“Belum lagi isu lokalnya, kualitas dan kuantitas produk kreatif Makassar yang dihasilkan belum bisa bersaing dengan brand brand luar Sulawesi Selatan,” terangnya.
Dengan hadirnya inovasi Parekma itu, Rosniah optimistis Brand Lokal Makassar bisa berkembang dan bersaing nantinya. Bahkan, sudah ada 60 brand lokal di Makassar yang siap bersaing dengan brand-brand nasional.
Inovasi ini, juga mendukung terselenggaranya kegiatan Makassar Clothing Movement. Sebagai ajang bagi kaum milenial memamerkan hasil karyanya.
“Kita harus berbangga dengan menggunakan produk lokal Makassar. Kita ambil contoh daerah lain. Setiap wisatawan berkunjung ke sana, pasti mengunjungi pusat perbelanjaan untuk membeli ole-ole khas daerah yang mereka kunjungi. Itu jadi sasaran kami membuat Produk Parekma ini. Seperti kehadiran distro di Mal, yang memang menjual pakaian produk Makassar,” pungkasnya.
Tahapan inovasi ini, awalnya difokuskan kepada 17 sub sektor. Namun kini berfokus ke Fhasion. Selanjutnya, inovasi Parekma ini dikembangkan melalui kegiatan pembinaan, seperti bimbingan teknis, inkubasi, workshop, desain produk, dan pemasaran.
“Berawal dari even Makassar Clothing Movement, kami kemudian coba membuat sebuah program inovasi yang bernama Parekma,
yang artinya “buatan anak makassar” atau dapat menjadi istilah untuk menyebut semua produk- produk kreatif dari berbagai brand produk lokal asal kota makassar,” tambah Rosniah.
Paling tidak, kata Rosniah lagi, brand lokal Makassar bisa membumi dan dapat diterima masyarakat. Hal ini juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam menciptakan peluang bisnis bagi generasi milenial. (***)